I'm Being Raised by Villains [Bahasa Indonesia] - Chapter 47
[Unedited]
Credit: Gourmet Scans
TL by: CY
Posted by: Genoise
<Chapter 47>
“Erno Etam!”
“Dia hanya perlu tahu beberapa hal, termasuk pendidikan kerajaan. Ah, sama ilmu sihir. Itu bisa diselesaikan hanya dengan sekali membaca buku.”
Apa itu?
Bagaimana aku melakukannya?
Bagaimana aku bisa melakukan sihir?
‘… Ah, Erno Etam memang sudah ditetapkan jenius.’
Jenius yang melakukan apa saja di atas rata-rata.
Di saat orang lain berjuang keras selama 5 tahun, dia hanya melihatnya sekali dan menjadi master dalam waktu 5 jam.
‘Hoho…’
Aku membuang muka.
“Aku sudah memberi peringatan, jadi jadwal akan ditetapkan dalam beberapa hari.”
“Iyaaa…”
Erno Etam benar-benar keluar dari ruang kerja. Aku menatap matanya.
“Ayah, ada apa?”
“Kenapa?”
“Kau terlihat tidak senang…”
“Oh, itu karena aku tidak bisa menangkap seekor lalat*.”
(*kiasan untuk kehidupan yang singkat)
Dia berkata sambil tersenyum.
“Lalat?”
“Pokoknya, yah… Mungkin ini bisa diselesaikan cepat atau lambat.”
“Iyaaa…”
Aku mengangguk meski tidak paham apa yang dibicarakannya.
‘Aku harus menulis surat hari ini.’
Aku tidak mempunyai waktu untuk menulis surat karena setiap hari satu per satu orang-orang Etam keluar masuk ke kamarku.
Dia kembali ke kamar sambil memelukku.
“Istirahatlah. Aku harus pergi ke suatu tempat hari ini.”
“Oh, iya.”
“Lain kali, kau tidak perlu pergi meski Ketua memanggilmu. Anggap saja orang tua itu sudah pikun.”
“Oh… Ya?”
“Kau tidak perlu terpaksa melakukan hal yang tidak kau sukai. Ini juga soal belajar.”
“Ayah suka jika aku tidak melakukannya…?”
“Bukan, aku pikir itu tidak perlu. Kau akan memerlukannya saat menerima hadiah ulang tahunmu nanti.”
Kenapa aku perlu belajar saat menerima hadiah ulang tahun? Aku mengangguk meski bingung.
“Kalau begitu, aku akan belajar.”
Erno Etam mengelus pipiku dengan lembut karena mendengar ucapanku yang menurutnya mengagumkan.
“Rupanya putriku baik hati. Ada hadiah besar untuk anak baik.”
“Tidak apa-apa.”
Aku tidak perlu hadiah.
Dia mengecup keningku dengan lembut begitu aku menggeleng-gelengkan kepala.
“… Ah.”
“…”
Ketika aku mengeluarkan suara terkejut, Erno Etam juga terdiam karena baru saja menyadari apa yang telah dilakukannya.
“…”
Saat itu dia hendak menurunkanku di tempat tidur dengan kebingungan.
Aku pun buru-buru mencium pipinya, lalu melompat turun dan merangkak ke dalam selimut.
“Hati-hati di jalan…”
Bahkan dia terdiam setelah mendengar suara gumamanku.
Tidak terdengar suara dia keluar, suara gerakan pun tidak terdengar.
Aku mengeluarkan kepalaku dari balik selimut untuk mengatakan sesuatu, tapi dia menutup mulutku dengan satu tangannya sambil menyunggingkan senyum di bibirnya.
Alisnya yang berkerut menunjukkan kebingungannya.
“… Aku akan pulang, putriku.”
“Iyaaa.”
Begitu aku mengucapkan salam dengan hati-hati, dia ragu-ragu dan membalikkan badannya.
Blam.
Ketika pintu ditutup, aku menendang-nendang selimut dengan wajah memerah.
‘Sudah gila…’
Cup! Aku mengecupnya…
Aku sudah melakukan hal gila.
Seluruh tubuhku mengerut karena malu. Setelah menendang-nendang tempat tidur dengan kakiku, aku mengambil dan memeluk bantal, lalu membenamkan wajahku.
‘Aku benar-benar melakukan hal yang tidak pernah kulakukan.’
Aku tidak mengerti kenapa melakukan hal selancang itu.
‘Dia tidak akan marah, kan?’
Aku hanya melakukan hal yang sama karena merasa malu, tapi kuharap itu bukan hal yang terlalu lancang.
“Surat! Mari kita menulis surat…”
Aku buru-buru mengeluarkan kertas surat dan pena yang telah kusiapkan sebelumnnya, lalu duduk di kursi.
Bruk~!
… Kemudian, aku membenturkan keningku ke meja.
Aku sungguh malu dengan sesuatu yang belum pernah kulakukan seumur hidup.
***
Deg, deg, deg.
Jantungnya berdegup cepat dan sering muncul rangsangan tanpa alasan. Erno Etam akhirnya menghentikan langkahnya.
“…”
Brak~!
Begitu Erno Etam menggerakkan tangannya, dinding koridor hancur dan beberapa batang pohon lebat yang ditanam Duke di taman patah dan roboh ke tanah.
Pada saat yang bersamaan, para penjaga mulai bergerak cepat.
“Ada penyusup…! Cepat…!”
“…”
“Semuanya berkumpul…”
Komandan Kesatria Pertama dari keluarga Etam menaikkan suaranya dan memeriksa sekeliling untuk menemukan pelakunya. Tapi, ketika dia kebingungan saat melihat Erno Etam.
“Pangeran Erno?”
Erno Etam menggerakkan tangannya sekali lagi.
Kali ini tanah di taman amblas. Jika tukang kebun melihat ini, dia sepertinya akan menangis selama 7 hari 7 malam.
“Apa ini…?”
Komandan berteriak, mencoba untuk tetap tenang di dalam debu tanah.
Dia langsung melompati tembok, lalu naik melalui tembok yang telah dirobohkan Erno Etam di lantai 2.
“Pangeran Erno, apa yang terjadi?”
“Jantungku…”
“Ya?”
“Jantungku sakit.”
Raut muka Komandan Kesatria Pertama berubah jadi serius mendengar perkataan Erno Etam.
‘Apa dia mengalami mania?’
Jika benar, itu adalah masalah yang harus segera diselesaikan. Bisa dipahami kenapa terjadi kehebohan tiba-tiba.
“…Oh, perlu panggil dokter? Atau, Putri Sharne…”
“… Gatal dan sesak.”
Dia berkata sambil mengeluarkan kuku yang tajam dan menancapkannya ke dadanya.
“Ya…?”
“Aku ingin menggali jantungku.”
Komandan Kesatria Pertama memutar matanya dengan wajah yang bingung mendengar ucapan Erno Etam.
‘Ada gejala seperti ini juga di mania?’
Dia sudah lama melayani keluarga Etam, tapi belum pernah mendengar gejala seperti ini.
Pada dasarnya, mania menyerang orang lain dan mengambil darah orang lain, bukan menyakiti diri sendiri.
“Pangeran, tenang dulu…”
“Pasti tidak ada cara untuk mengubah orang menjadi boneka.”
“Ya…?”
“Sudahlah, Kau tidak membantu.”
Apa dia sedang meminta bantuan?
Komandan Kesatria Pertama membuka mulutnya karena jarang tidak bisa menyembunyikan ekspresinya.
Erno Etam mendecakkan lidah dan berbalik. Dia meninju tembok sesekali sambil menyusuri koridor.
***
“… Katamu, siapa yang datang?”
“Pangeran Erno Etam dari keluarga Etam.”
“… Dia tidak menghubungiku secara khusus.”
Duke Colin mengerutkan keningnya.
Dia mencoba menekan pelipisnya, tapi ketika menyadari bahwa tidak sakit kepala, dia mengusap kening dengan ibu jarinya.
Baru tiga hari sejak dia memohon kepada Bulan Purnama, tapi tidurnya jadi sangat nyenyak.
Dia tidur dengan sihir dasar, tapi itu berkat keterampilan para kesatria pengawal Bulan Purnama.
“Pasti ada alasannya kenapa pemimpin serikat kerja terkenal meski ada rumor kotor.”
Berkat dia, Duke Colin bisa melewatkan malam dengan nyaman.
“Antar dia ke ruang tamu.”
“Baik, saya mengerti.”
Ini adalah kunjungan yang cukup mendadak, tapi dia tidak mungkin mengabaikan pewaris terkuat dari keluarga Duke yang berpengaruh di kerajaan.
Duke Colin menyukai ketenangan dan tidak menyukai kekacauan. Jadi, dia tidak ingin membuat masalah yang tak perlu.
Bahkan jika pihak lain melakukan kunjungan yang tidak sopan.
‘Ada apa, ya?’
Erno Etam terkenal sebagai anjing gila dalam masyarakat.
Di saat yang lain ingin menjadi ahli waris, dia tidak ingin menjadi ahli waris dan memberontak di mana-mana.
Erno Etam sama seperti pendobrak tradisi di masyarakat.
Tahun lalu, rumor dia menyukai sesama jenis menyebar di masyarakat.
Tentu saja, sepertinya ada beberapa orang yang benar-benar tertipu oleh perkataannya dan kehilangan alat vital setelah berhubungan dengannya.
“Kuharap dia datang bukan untuk mencari masalah.”
Duke Colin bangkit dari tempat duduknya dan bergumam pelan.
Begitu ia pergi ke ruang tamu, ada seorang pria sombong yang duduk bersila di sofa.
Erno Etam mengganti salam dengan anggukan kepala, seolah-olah dia membuang kesopanan minimum, bertolak belakang dengan rumor bahwa ia mematuhi kesopanan minimum.
‘Mereka bilang, jangan hadapi dan hindarilah lawan jika ia tersenyum…’
Senyum cerah sudah merekah di wajah Erno Etam.
Jika melihat wajahnya saja, mungkin orang itu senang dan tidak tahu harus bagaimana.
“Aku terkejut dengan kunjungan tak terduga ini.”
Bibir Erno Etam mengembangkan senyum yang lebih cerah karena ucapan Duke Colin.
“Ups, saya lupa. Akhir-akhir ini saya kehilangan ingatan jika melihat sesuatu yang indah.”
“… Apa?”
Sesuatu yang indah?
‘Tentu saja itu tidak merujuk padaku, kan?’
Membayangkannya saja membuatku merinding.
“Jangan berpikiran tidak enak.”
Erno Etam membual, seolah-olah dia dengan mudah menebak apa yang dipikirkan Duke Colin.
“Omong-omong, apakah tubuh Anda dalam kondisi baik? Sayang sekali.”
“… Aku tidak mengerti apa yang aku bicarakan dari tadi.”
Duke Colin menahan kegelisahannya dan duduk di seberang Erno Etam.
‘Apakah dia datang untuk berkelahi?’
Namun, kedua keluarga itu tidak ada hubugannya satu sama lain secara pribadi, kecuali untuk pertukaran bisnis biasa.
“Ah, pendengaran saya bagus dan saya dengar banyak penyusup datang mencari Anda.”
“… Apa maksudmu?”
“Jadi saya pikir, mungkin Anda telah kehilangan setidaknya salah satu anggota tubuh Anda.”
Erno Etam mengatupkan bibir dengan senyum cerah di wajahnya, seolah mengkhawatirkan lawan bicaranya.
<Bersambung>