I'm Being Raised by Villains [Bahasa Indonesia] - Chapter 92
[Unedited]
Credit: Gourmet Scans
TL by: CY
Posted by: Genoise
<Chapter 92>
“Bisa-bisanya kau mengatakan itu saat ibumu sekarang? Hidupku sungguh sia-sia.”
“Itu akibat perbuatan Ibu. Kalau tidak, lebih baik kau menghilang begitu saja.”
Erno Etam berbicara dengan suara yang lembut sambil tersenyum, mungkin agar tidak memprovokasi Ayrin.
Dia lebih mengerikan meski sedang tersenyum. Mantan Duchess itu menghela napas dengan tidak bersemangat. Tidak terbaca ketakutan dari wajahnya.
“Tapi, Ayah.”
“Ya?”
“Kalau begitu, aku akan melenyapkan penjara juga.”
“Oh, sepertinya Putriku akan dikejar oleh para kesatria. Apa kali ini kau hendak melenyapkan negara?”
Ayrin mengerucutkan bibirnya karena ucapan Erno Etam.
Secara naluri, dia sadar bahwa melenyapkan negara tidak mungkin dilakukan dengan kemampuannya saat ini.
“Tapi…”
“Putriku, katakan padaku jika kau mau melenyapkan seseorang. Kau tidak perlu melakukan hal seperti ini.”
Ayrin kembali mengerucutkan bibirnya karena ucapan Erno Etam. Tapi, tidak ada suara yang keluar.
Anak itu menundukkan kepala karena sedih. Dia sadar bahwa situasi ini membuatnya kesulitan.
“Maafkan aku.”
Sihir emas menghilang dan tubuh mantan Duchess yang sempat menjadi setengah transparan kembali ke keadaan semula.
“Terima kasih, Putriku.”
“Iya.”
Ayrin menjawab sambil memandangi mantan Duchess. Kemudian dia menggembungkan pipinya dan memalingkan muka.
“Nak, aku minta maaf.”
“He-eh.”
“Nak?”
Dia menatap wajah anak itu dengan sedikit kebingungan.
Ayrin marah besar lalu membenamkan wajahnya di dada Erno Etam.
Setelah berpikir lama, mantan Duchess berhenti bermain-main dan angkat bicara lagi.
“Maafkan aku, Ayrin. Aku telah melakukan sesuatu yang terlalu kekanakan. Aku sudah melewati batas karena reaksimu menggemaskan. Di mataku, kau dan Erno sudah cukup sebagai keluarga.”
Ayrin menyipitkan matanya dan menatap mantan Duchess itu.
“Namaku Devane.”
“…”
Ayrin membenamkan keningnya di dada Erno Etam dan mulutnya menganga tanpa ada yang menyadarinya.
‘Apa yang baru saja kulakukan?’
Dia merasa malu atas tindakannya yang tak terkendali. Dia tidak menyadari bahwa tindakannya sangat kekanakan.
Mata Ayrin memerah karena bingung dan malu.
“Ayrin.”
“Ya?”
“Mau pergi untuk beristirahat?”
Begitu Ayrin mengangguk. Erno Etam berbalik dan melangkah tanpa ragu.
“Jangan dekati dia untuk sementara.”
Dia menambahkan dan menghilang dengan cepat sambil menggendong Ayrin.
“Benar, jika kau mau mampir, mampirlah dengan baik. Jangan langsung marah-marah begitu datang. Memangnya kau siapa?! Kau memang pandai membuat anak kecil menangis dan mengusirnya! Sangat pandai!”
“Aku tahu, aku salah. Memangnya kau sudah berbuat baik apa sampai berani berbicara begitu, Mirel Etam?”
“A-apa…?! Apa maksudmu?!”
“Dengan bodohnya kau diam saja saat ditusuk dari belakang oleh anakmu sendiri dan mengambil jabatan ketua.”
Mulut Mirel Etam bungkam seperti cangkang kerang karena ucapan Devane yang menusuk tulang.
***
Setelah keributan dengan mantan Duchess waktu lalu, aku menghabiskan makanan sambil digendong dan semua menjadi gelap setelah mendengarkan cerita dongen yang dibacakan ayah.
Aku tidak bisa tidur, tapi pura-pura tidur setelah ditepuk-tepuk oleh ayah.
Ayah keluar setelah mengira bahwa aku sudah tidur, tapi sebenarnya aku tidak bisa tidur.
Aku memejamkan mata dan menghitung domba supaya bisa tertidur.
“Lama tak berjumpa, Ayrin.”
Seorang pria berzirah perak tiba-tiba muncul di bawah jendela, tempat cahaya bulan masuk. Aku langsung melompat dari tempat tidur.
“Direktur?”
“Benar. Kudengar kau sakit… Tampaknya kau sudah sehat.”
“…Iya, ah, maafkan saya. Saya tidak menghubungi Anda dan juga…”
Tidak menepati janji.
Aku mempunyai beberapa kesempatan, tapi tidak bisa menyampaikan kata-kata dengan baik.
“Richard hampir gelap mata karena tidak bisa menemuimu.”
“Ah…”
Kalau dipikir-pikir, aku berjanji untuk menulis surat setiap hari, tapi terhenti di tengah jalan.”
Masalahnya karena aku tertidur tanpa terduga karena masa pertumbuhan.
Itu memang tidak disengaja, tapi aku sadar bahwa aku terganggu oleh ini dan itu sehingga aku tidak bisa menghubunginya lagi.
‘Betapa bodohnya aku.’
Aku menghela napas pendek. Aku tidak tahu, berapa banyak orang yang tidak bisa menepati janjinya dengan benar.
“Apa sekarang kau bisa menepati janjimu?”
“Iya, saya minta maaf.”
Setelah mengangguk, aku segera mengambil pena dan kertas, lalu menuliskan sesuatu dan menyerahkannya padanya.
Nama desa dan nama biara yang harus ia cari. Juga nama putri Albion yang digunakan di sana.
“…Terima kasih.”
“Tidak masalah, saya… minta maaf karena terlambat.”
Aku berkata sambil tersenyum canggung. Aku malu sehingga tidak mempunyai keberanian. Dia mengacak-acak rambutku dengan tangannya yang besar.
“Tidak apa-apa. Karena aku sudah mendengar situasimu.”
“Ada urusan apa Anda datang ke ibu kota?”
“Aku datang ke sini karena mendengar berita bahwa keponakan-keponakan mudaku sedang mengurus keluarga mereka masing-masing, meski sudah terlambat.”
“…Keponakan?”
Albion punya keponakan?
Sepertinya aku tidak membaca isi cerita seperti itu di dalam novel. Dia tersenyum ringan begitu aku melihatnya dengan tatapan bingung.
“Ayahku sebenarnya adalah bangsawan. Kudengar, ayah bertemu secara diam-diam dengan ibuku yang merupakan kembang desa saat ia melakukan inspeksi. Ini cerita umum, tapi sungguh terjadi.”
“Ah… apa nama keluarga Anda?”
“Rosemont.”
Hah, apa aku salah dengar?
Begitu aku mengangkat kepala karena mendengar nama yang tak kusangka itu, Albion bersandar ke dinding dan menatap ke luar jendela.
“Rosemont?”
“Benar. Ayahku sudah lama meninggal dan satu-satunya saudara tiriku juga meninggal dalam kecelakaan yang tidak adil.”
Mungkin itu yang dilakukan oleh keponakanmu…
“Setelah aku benar-benar telah memutuskan hubungan dengan keluarga bangsawan… hanya beberapa bulan sebelum aku sadar bahwa hanya ada anak-anak yang tersisa.”
Aku termenung sejenak karena kebenaran yang menyengat tengkukku.
‘Mereka jelas sangat mirip…’
Warna mata dan rambut mereka hampir identik. Tapi, aku tidak menyangka bahwa pria sederhana dan jujur ini mempunyai kesamaan dengan Hill Rosemont yang berkepribadian ganda.
“Untungnya anak-anak itu tumbuh dengan baik. Aku tidak melakukan apa-apa untuk membantu mereka, jadi aku berencana kembali setelah bertemu denganmu.”
“…Ah.”
Albion berkata seperti itu dengan wajah yang terlihat lelah.
Karena Hill Rosemont bukanlah tipe orang yang membutuhkan bantuan.
“Bagaimana dengan panti asuhan…?”
“Selalu sama. Ada anak-anak yang sudah bebas, ada juga anak-anak yang baru masuk.”
Aku mengangguk dan suasana kembali hening. Dia menatapku lalu menegakkan punggungnya dari dinding.
“Omong-omong, bagaimana Anda bisa masuk ke sini?”
“…Bagaimana caranya? Entahlah. Aku tidak tahu, apakah aku bisa masuk begitu saja atau memang diperbolehkan masuk.”
“Apa?”
“Seperti ada senjata tersembunyi yang akan menebas leherku jika aku berbuat hal tak berguna.”
Albion berkata sambil menatap langit-langit yang kosong.
“Sepertinya aku sudah terlalu lama di sini. Aku pergi dulu, jaga dirimu.”
“Tidak ada masalah, kan?”
“Iya.”
“Kapan Anda pergi?”
“Hari ini.”
Dia menjawab sambil mengibarkan catatan yang telah kutuliskan. Aku ragu sejenak lalu mengangguk.
Kemudian dia melompat keluar jendela dan menghilang dalam sekejap.
Aku mendekap lutut dan berpikir ketika melihatnya dengan tatapan kosong. Kekhawatiran Albion terlihat sangat dalam.
Aku tahu apa alasannya.
Mungkin, kemungkinan besar dia merasa bersalah setelah melihat Hill Rosemont.
Dia sangat menghargai anak kecil dan mungkin jadi menyalahkan diri sendiri karena tidak merawatnya tepat waktu.
Dia mempunyai perasaan rendah diri hingga hampir berada di tingkat depresi.
‘Betapa banyak rasa bersalah yang ditimbulkan Hill Rosemont.’
Mungkin dia menghadapinya seperti permainan yang menyenangkan.
‘Omong-omong, hubungan mereka berdua adalah paman dan keponakan. Jadi…’
Ini benar-benar sulit dipercaya. Aku meringkuk di bawah selimut lalu mengangkat kepala secara tiba-tiba.
“Terem.”
“Iya.”
Begitu aku memanggilnya pelan, seseorang muncul dari atas. Hal yang terjadi dalam sekejap.
‘Dia benar-benar muncul.’
Aku sedikit terkejut.
Tampaknya benar, dia akan mengawal setiap gerak-gerikku.
Aku menuliskan sesuatu lagi di atas kertas dengan pena yang kugunakan tadi, lalu menyerahkannya padanya.
“Ada sebuah gudang jika kau ke alamat ini. Bisakah kau membawakan sebutir telur dari sana?”
“…Telur?”
“Iya.”
“Saya mengerti. Dilihat dari jaraknya, saya bisa kembali besok pagi.”
Laki-laki yang bertiarap itu menerima kertas dariku dengan kedua tangannya lalu bangkit berdiri.
‘Dia sungguh tidak bertanya apa pun.’
Mungkin mereka tidak terima diriku menjadi ketua, tapi ini luar biasa. Salah seorang Terem membungkuk.
“Saya akan kembali.”
Dia menghilang dalam sekejap.
Aku masih tidak bisa tidur, jadi bolak-balik sebentar. Dan akhirnya aku tertidur saat fajar menjelang.
***
“Ayrin Etam! Apa kau tidak bisa segera membatalkan pemecatanku?”
“Duh, aku tidak tahu!”
Aku ketakutan dengan suara Kruno Etam, jadi aku buru-buru berlari ke kamar dan mengunci pintu.
“Ah, tidak tahu! Paman itu pengangguran! Pengangguran! Jadi pengangguran saja!”
Aku berteriak padanya yang hendak pergi ke biara dengan terpaksa.
Masa pemulihan Kruno Etam yang kini menjadi pengangguran tampan baru saja dimulai.
<Bersambung>