I'm Being Raised by Villains [Bahasa Indonesia] - Chapter 81
[Unedited]
Credit: Gourmet Scans
TL by: CY
Posted by: Genoise
<Chapter 81>
“Aku adalah Acrea Siphile! Kakak perempuan yang berada tepat di atas anak bungsu.”
Acrea Siphile melangkah maju lalu mengulurkan tangannya padaku.
Dia seolah meminta untuk berjabat tangan, jadi aku mengulurkan tanganku. Dia menggenggam tanganku dan menggoyangkannya ke atas dan bawah.
“Ugh… Kau lebih baik daripada yang kupikirkan.”
Dia menjabat tanganku untuk waktu yang cukup lama dan bergumam. Dan akhirnya, dia kembali ke tempat duduknya karena mendapatkan tatapan tajam dari Erno Etam.
“Orang gila itu tidak berubah, masih saja melotot seperti itu.”
“Kau juga masih tidak berharga.”
“Panggil dia ‘kakak’ dengan benar!”
“Karena aku gatal melihat orang bodoh.”
Erno Etam menjawab dengan wajah ramah seperti biasa.
Acres Safail mengacungkan jarinya dan memelototi Erno Etam. Setelah itu, dia menggertakan gigi dan menurunkan tangannya.
“Oh, Ha-hai… Ketua. Aku Hael Etam… Anak laki-laki kedua, juga anak ketiga…”
“Halo…”
Dia terlihat sangat lemah lembut. Tangannya memegang buku bersampul kulit merah tua.
Berbeda dengan yang lain, dia bertubuh ramping dan berkulit putih. Namun, lingkaran hitam menggantung di bawah matanya. Mata biru muda dan rambut hitam sangat cocok untuknya.
‘Orang itu lebih tua dari ayah…?’
Tidak ada pemuda yang berwajah semuda dia.
Dia menunduk dan mencoba meringkuk saat aku menatapnya. Mungkin dia malu.
Nelia Jardan tertawa karena memperhatikanku sedang melihat Hael Etam dengan tatapan aneh.
“Dia adalah yang terburuk di antara kami. Dia akan membabi buta saat marah. Bahkan dulu ayah kandungmu pernah dipukulinya…”
“Nelia.”
Erno Etam menyudahi ucapan Nelia Jardan. Nelia mendengus.
“Ah, yang dibelakangmu itu bukan ayah sambung, melainkan berandal.”
Erno Etam menutup telingaku dengan telapak tangannya.
Sepertinya Nelia mengucapkan sesuatu. Urat menonjol di punggung lengan Nelia saat ia membelalakkan matanya.
Dia sepertinya mengatakan sesuatu dengan wajah yang sangat marah, tapi aku tidak bisa mendengarnya sama sekali.
‘Sepertinya ayah tidak menutup telingaku sekuat itu…’
Apakah dia menggunakan sihir?
‘Aku penasaran.”
Aku penasaran, tapi ucapannya tidak terdengar.
Aku merintih sehingga telingaku terbuka. Tangan yang menutup telingaku menjauh.
“Astaga, yang benar saja…”
Nelia Jardan mendengus.
“Pokoknya jangan berurusan dengannya karena beberapa toko akan hancur begitu saja jika dia marah.”
“Kakak…!”
Hael Etam menggelengkan kepalanya dengan wajah ingin menangis.
Wajah sendunya sangat menggemaskan. Dia tampak menghentak-hentakkan kakinya.
“Oke, kira-kura perkenalan diri sudah selesai… Ah, kau belum ya, Kruno?”
Kruno?
Aku menoleh karena mendengar nama yang familier itu, lalu seorang laki-laki yang hanya duduk diam di satu sisi mengangkat kepalanya.
Dia adalah seorang laki-laki berambut hitam keriting dan bermata biru tua.
Tepatnya, warna biru yang sangat tua seperti telah mencapai laut yang begitu dalam.
Jika mata orang lain terasa hidup, tatapannya seperti orang mati yang kelabu dan tak bernyawa.
Benar-benar tatapan tak berperasaan.
Laki-laki yang tampak cocok berpakaian hitam itu sedang memakai pakaian rohaniwan berwarna putih.
Buku yang terlihat seperti Alkitab tertata rapi di atas meja.
“…Namaku Kruno Etam.”
Dia membuka mulutnya perlahan dengan enggan. Suaranya sekering butiran pasir yang menggelinding di padang pasir.
Mungkin rasanya seperti menginjak daun yang rapuh?
‘Aku membenci orang itu.’
Orang lain mungkin tidak menyadarinya, tapi aku menyadarinya. Aku bisa merasakan penghinaan dalam tatapannya padaku.
“Ah, kau boleh mengabaikan orang sesuram dia. Dia sudah seperti itu sejak remaja.”
“Ah…”
“Dia memasuki kuil tanpa menikah, dan sekarang dia adalah seorang kardinal. Mungkin dia terpaksa datang karena tidak mau datang ke pertemuan kali ini. Karena perintah Etam adalah mutlak.”
Begitukah?
Begitu aku membelalakkan mata, Charneil Etam tertawa terbahak-bahak. Di sampinya tergeletak pedang besar yang ditempa dengan sangat baik.
“Yah, mungkin dia tidak akan memanggil kita karena tidak ada yang ia lakukan… Apa inti pertemuan ini adalah ketua baru?”
“Benar. Bagaimana mungkin tidak ada yang datang untuk memberi salam pada Ayah? Jika memang Ayah gagal membesarkan anak…”
“Jika aku menyampaikan ucapan itu kepada ibu, mungkin beliau akan berlari dengan membawa kapak.”
Kata Charneil sambil berkata. Kemudian Mirel Etam mengangkat matanya dengan ganas dan memalingkan muka.
“Iya. Aku juga mendengar rumor itu, tapi apakah benar kalau ketua baru adalah naga?”
“Benar.”
“Aku tidak percaya. Darah naga mengalir di keluarga Etam karena awalnya kita meminum darahnya, tapi naga tidak pernah benar-benar lahir, kan?”
“Lebih aneh lagi, naga itu lahir dari garis keturunan berandal ini, padahal naga bukan keturunan langsung.”
Aku juga merasa aneh.
Begitu aku menggaruk-garuk kepala, mereka menatapku dengan rasa penasaran.
“Nak, apa kau bisa berubah jadi naga?”
Nelia bertanya.
Aku mengangguk. Jika mau, aku bisa kembali ke bentuk semula.
“Apa kau pernah tes DNA?”
“Belum.”
Setiap kali hendak melakukannya, aku selalu pingsan. Dan kali ini pun aku tidak bisa melakukannya karena tertidur dalam waktu yang lama.
“Kalau berandal itu?”
“Sepertinya ada yang menyembunyikannya. Jejaknya putus kemudian hilang.”
“Astaga, sulit ya.”
Charneil mengusap dagunya.
“Kalau begitu, kita harus melindungi ketua muda yang telah sadar kembali. Begitu, kan?”
“Benar.”
“Meskipun dia keturunan tidak langsung, kita tidak bisa memastikan apakah dia memang benar keturunan kita dan tidak bisa mendapatkan perlindungan dari kita.”
Semua mata tertuju kepada pemilik suara kering itu.
Dialah Kruno Etam.
“Kupikir, prioritasnya adalah menangkapnya untuk melakukan tes DNA.”
“…Tampaknya ada sesuatu yang tidak disukai oleh kakak ketiga?”
Mata Erno Etam berkedut. Terlihat jelas dia merasa sangat tidak nyaman.
“Aku hanya menyampaikan argumen.”
“Kapan kau butuh argumen saat berhadapan denganku?”
“Tidak ada yang salah dengan yang kuucapkan, Kak Charneil.”
“Memang benar, sih.”
Charneil setuju dengan perkataan Kruno. Yang lain pun mengangguk pelan.
“Aku juga butuh dasar untuk menggerakkan prajurit.”
Jari-jarinya yang besar menyapu atas meja dengan pelan-pelan.
“Tapi, bajingan itu hilang sehingga kita bisa memastikannya segera. Apa kau bisa mencarinya, Hael?”
Tanya Charneil. Hael, yang sedang tertunduk, menatap mata Charneil lalu mengangguk.
“Aku akan berusaha.”
“Apa sekarang ini cukup, Kruno?”
Kruno Etam mengangguk dengan tatapan kosong. Charneil mengalihkan pandangannya padaku.
“Yah, ini pertama kalinya aku melayani ketua muda yang merupakan naga… Aku akan membantumu.”
Charneil mengulurkan tangannya sambil tersenyum. Saat aku mengulurkan tangan, badanku ditarik ke belakang.
“Ayrin, kau tidak boleh menyentuh barang sekotor itu.”
Aku menatap Charneil dan ayah secara bergantian dengan kebingungan. Akhirnya, aku menurunkan tanganku yang terulur.
Jika ayah melarangku, maka aku tidak boleh melakukannya.
“…Apa aku kotor?”
“Yah, anak-anak tidak akan menyukai sesuatu yang menakutkan.”
“Keterlaluan. Anak-anakku sangat menyukaiku.”
“Itu pasti karena mereka sudah terbiasa dengan muka kakak yang menakutkan, bukan?”
Acrea Siphile berkata. Charneil cemberut sambil mengerutkan kening.
“Mohon bantuannya.”
Aku menundukkan kepala dalam-dalam.
Kemudian, tatapan-tatapan yang berselisih dan bertengkar langsung menoleh ke arahku secara bersamaan. Mereka saling memandang, tersenyum, dan mengangguk.
“Yah, asalkan tidak merusak keluarga ini.”
“Baik.”
Meski aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.
“Dan sebaiknya kau juga membantu orang-orang yang ada di sekitar sini. Karena mereka adalah pengikut dan kerabat yang paling dekat membantu kita.”
Aku pelan-pelan melihat sekitar sesuai ucapan Charneil.
Banyak orang yang datang untuk melihat ketua, selain orang-orang yang duduk di meja bundar.
Ada orang yang kukenal, ada juga yang tidak. Aku perlahan melihat orang-orang yang berdiri di sekitar meja bundar.
Tapi, aku tidak tahu siapa mereka.
‘Mereka pasti cuma memintaku untuk melihatnya.’
Sepertinya aku benar-benar telah menjadi ketua.
Hanya dalam sekejap.
‘Apa aku harus bicarakan ‘Hatar’ saat ini?’
Bukan hal yang mudah untuk mengumpulkan orang sebanyak ini.
“Kalau begitu, sepertinya sudah mau selesai. Bagaimana? Aku berencana untuk menghabiskan waktu bersama anak-anak setelah sekian lama.”
“Ah, aku juga sudah melakukan reservasi di toko pakaian.”
“Aku juga mau ke toko buku…”
Charneil, Acrea, dan Hael berkata berturut-turut.
Tampaknya tempat ini akan segera kosong. Aku langsung mengangkat tangan setelah berpikir.
“Tunggu…”
Orang-orang yang hendak bangkit dari tempat duduknya langsung berhenti dan menoleh karena panggilanku.
<Bersambung>