I'm Being Raised by Villains [Bahasa Indonesia] - Chapter 30
[Unedited]
Credit: Gourmet Scans
TL by: CY
Posted by: Genoise
<Chapter 30>
Saat itulah aku teringat pendeta agung dari masa depan.
“…Apa ini?”
Richard memelukku dari belakang, lalu memelototi pendeta agung dari masa depan.
Pendeta agung dari masa depan pelan-pelan melepaskan jubahnya.
Lalu, rambut putihnya yang tersembunyi terurai ke bawah dan matanya bersinar terang.
‘Dua orang laki-laki tampan…’
Aku kehilangan akal, seolah-olah terpesona oleh mereka berdua.
“Siapa kau…?”
“Aku? Aku majikan Bembem. Kau siapa?”
Hm, ucapannya tidak salah.
“Aku adalah…”
Pendeta agung dari masa depan melirikku.
“Anak anjing Nyonya? Seperti itu.”
Mata pendeta agung masa depan memicing seperti bulan sabit.
‘Anak anjing?’
Sejak kapan seperti itu?
Begitu aku menatapnya dengan raut wajah konyol, dia menyeringai dengan ekspresi menyesal, lalu membuka mulutnya.
“Guk guk.”
Tidak, kapan aku menyuruhnya untuk meniru anak anjing?
Saat aku membuka mulut, Richard memelukku lebih erat lagi.
“Aku tidak tertarik menjadi majikanmu.”
“Aku juga tidak tertarik untuk jadi anak anjingmu.”
“Aku adalah majikan Bembem, jadi semua yang dipunyai Bembem adalah milikku. Tapi, aku tidak menyukaimu, jadi keluarlah.”
“Tidak mau.”
Dia melepaskan satu sisi jubahnya dengan santai, lalu melangkah masuk ke dalam kamar.
Dengan sikap sesantai itu, apa anak ini benar-benar berusia 9 tahun?
“Kelihatannya wajar jika kita bertiga berteman, Nyonya. Saya bisa tidur di lantai di sebelah tempat tidur Nyonya.”
Dia menunjuk bawah tempat tidur dengan jari tangannya dan berkata.
Meski dialasi karpet, tapi itu jelas akan terasa tidak nyaman.
‘Tempat tidur besar sehingga cukup bagi anak kecil untuk tidur bertiga, tapi…’
Aku menoleh.
“Cepat keluar! Ini adalah kamar yang disiapkan direktur untuk kami!”
“Kalau begitu, majikanku juga ikut keluar.”
“Kenapa Bembem juga ikut?!”
“Aku tidak bisa terpisah dari majikanku… Betul, kan? Nyonya.”
Aku melihat pendeta agung masa depan tersenyum angkuh, lalu menghela napas dalam-dalam.
‘Aku tidak tahu apa maksudnya.’
Mereka seumuran, tapi Richard sedikit lebih jujur secara emosional.
“Izinkan saya di sisi Nyonya.”
Dia meraih tanganku dengan ekspresi seperti anak anjing yang ditelantarkan.
‘Mereka pasti tahu bahwa aku berusia lima tahun, kan?’
Badanku jauh lebih pendek dari mereka berdua, bagaimana aku melerai mereka?
“Aku…”
Krucuk krucuk
Terdengar suara keroncongan dari perutku.
“… Lapar.”
Begitu mendengar suara itu, aku kehabisan energi karena rasa lapar yang melonjak.
Richard kebingungan dan matanya membelalak begitu aku lunglai dan berjalan terhuyung, lalu ambruk di atas tempat tidur.
“Bembem!”
“Aku lapar…”
“Kau tidak boleh mati! A-aku akan segera minta makanan!”
“Iya.”
Tidak, aku tidak akan mati meski tidak makan.
Richard ke luar kamar dengan tergesa-gesa, lalu menunjuk pendeta agung masa depan yang sedang berdiri di sebelahku.
“Kau, jangan bergerak dan diam di situ. Aku tidak akan membiarkanmu menyentuh Bembemku!”
Richard meninggalkan kamar secepat kilat.
“Saya akan melepaskan jubah Anda.”
Pendeta agung masa depan tidak mengindahkan perkataan Richard dan secara pribadi melepaskan jubahku.
Aku sengaja membiarkannya.
Menurut novel, pendeta agung masa depan terkejut…
“…”
Itu karena dia memiliki misofobia*.
(*ketakutan berlebihan atau fobia terhadap kontaminasi bakteri, kuman, debu dan kotoran.)
Benar saja, anak yang melepaskan jubahku itu menghentikan gerakannya.
Dalam novel <Diadopsi>, dia tidak menyukai manusia, tapi dia membenci hewan antropomorfik.
Kuil adalah tempat untuk mengajarkan gagasan tentang ‘supremasi manusia’, jadi pendeta agung masa depan yang tumbuh di sana tentu mempunyai pemikiran seperti itu.
‘Dia pasti pergi jika melihat ekorku.’
Karena alasan inilah dia menutup mata terhadap keikutsertaannya dengan teguh.
Bagaimanapun juga, dia pasti akan bosan dan lepas dengan sendirinya.
“… Nyonya.”
“Ya.”
“Apa Anda adalah hewan antropomorfik?”
“Iya.”
“…”
Aku melirik ke arahnya. Dia menatap ekorku yang terlihat dari bawah bajuku.
“Kau boleh pergi.”
“Apa?”
“Kau jijik karena aku adalah seekor kadal. Jadi, kau boleh pergi.”
“… Tidak.”
Dia membuka mulutnya setelah beberapa saat.
“Saya tidak jijik, Nyonya.”
Dia berlutut dan menatapku yang sedang berbaring di tempat tidur, lalu berkata.
“Saya hanya sedikit terkejut karena pertama kali melihat hewan antropomorfik.”
‘Bohong.’
Aku tidak tahu bagaimana mereka memperlakukan hewan antropomorfik di kuil.
Aku memejamkan mata pelan-pelan.
“Nyonya.”
“Aku bukan majikanmu.”
“Anda yang pertama kali mengulurkan tangan pada saya. Saya sudah tiga hari berada di sana.”
Siapa pun bisa melihat dia berpakaian mencurigakan, tapi pasti sulit untuk mendekatinya dengan mudah.
‘Tetap saja, tiga hari…’
Itu bodoh sekali.
“Kenapa?”
“Ya?”
“Kenapa kau ada di situ?”
“Aku bertaruh dengan monster. Jika ada orang yang mengambil saya dalam tiga hari, berarti saya menang. Saat itu adalah hari ketiga, dan Nyonya mengambil saya.”
Tidak, jelas-jelas kau mengikutiku.
“Jadi, Anda adalah majikan saya.”
Dia tersenyum lebar, dan aku tidak bisa berkata apa-apa karena ucapannya sama sekali tidak masuk akal.
Omong-omong, siapa nama pendeta agung masa depan ini?
“Siapa namamu?”
“… Roussillon. Nama saya Roussillon.”
“Roussillon.”
Aku ingin bertanya, sebenarnya dengan siapa dia bertaruh.
‘Apa ada cerita seperti ini di novel?’
Aku memejamkan mata erat-erat dan mencoba memutar otakku, tapi tidak ada adegan yang tepat, yang terlintas di pikiranku.
Krucuk krucuk~
Perutku lagi-lagi berbunyi. Aku meringkuk dan memegangi perutku karena malu.
‘… Sepertinya akhir-akhir ini aku sering kelaparan?’
Ini aneh.
Setelah pergantian kulit, sepertinya porsi makanku sedikit berkurang dan aku juga cepat merasa lapar.
“Lapar…”
“Bukankah Anda sudah makan scone beberapa jam yang lalu?”
Benar, aku sudah makan dua scone yang besar.
“Iya, belakangan ini aku merasa sangat lapar.”
“Oh, begitu. Saya dengar, hewan antropomorfik membutuhkan banyak kalori dalam masa pertumbuhan dan jumlah makanan berbeda tergantung besar tubuh.”
“Tapi, aku kadal kecil.”
Aku berkata sambil menyatukan jari.
“… Begitu, ya? Kalau begitu, sedikit aneh.”
Dia diam sejenak, seolah memikirkan sesuatu.
Tepat ketika kesunyian menjadi tidak nyaman, Richard kembali bersama pelayan yang membawa makanan.
***
“Kau bilang, kita harus naik kereta kuda ini?”
“Iya.”
“Di sana benar tempat keluargaku berada…?”
“Iya.”
Aku mengangguk, lalu Richard menunjukkan ekspresi tidak yakin.
Sebenarnya itu wajar. Kereta kuda ini terbilang mewah, tapi terlalu mewah. Kereta kuda itu dilapisi emas yang menyilaukan mata.
‘Dia mengirimkan kereta kuda semewah ini…’
Kewaspadaan Richard semakin meningkat.
“… Bembem, apa ada seseorang yang memberikanmu permen dan dia mengaku sebagai ayahku?”
Richard sangat dekat dengan kereta kuda itu, lalu dia menarikku ke salah satu sudut dan bertanya pelan.
‘… Rupanya bocah ini menganggapku bodoh.’
Richard melirikku dan kereta kuda secara bergantian dengan raut muka penuh ketidakpercayaan.
“Tidak.”
“… Bembem, apa ayahku seorang penipu?”
“… Bukan.”
“… Kalau begitu, apa dia rentenir?”
“… Bukan.”
Richard mempunyai bakat untuk membuat imajinasi aneh menjadi sangat nyata.
‘Yah, pasti itu karena dia tidak terlalu percaya.’
Jika diungkapkan secara novel, itu rasanya seperti ‘kupikir, aku adalah anak yatim piatu, ternyata sebenarnya aku adalah pewaris satu-satunya keluarga bangsawan?!’.
‘Sepertinya jadi masuk akal karena dipikir seperti ini…’
Aku bahkan tidak akan percaya. Jika kau tiba-tiba membawa kereta kuda berkilau itu dan mengajakku untuk bertemu dengan ayahku…
‘Jelas-jelas mencurigakan.’
Aku berkata dan menekankan sekali lagi.
“Sungguh.”
“… Pemilik kereta kuda itu benar-benar ayahku?”
“Iya.”
“… Bohong, kenapa mereka membuangku dari rumah sebesar itu?”
“Ayo.”
Alih-alih menjawab, aku meraih dua jari Richard dengan tanganku yang kecil dan menariknya dengan hati-hati.
“… Aneh, kenapa dia baru mencariku sekarang?”
“Kita pergi, lalu kau tanya saja langsung.”
“… Teganya kau, Bembem.”
Bahkan jika kau mengatakannya dengan suara lemas, tidak ada yang bisa aku lakukan.
‘Meski begitu, kepalaku pun sakit…’
Aku harus tinggal untuk sementara di rumah itu guna menepati janjiku dengan Richard, tapi aku tidak punya cukup pembenaran.
Sejak tadi, aku berpikir apa yang bisa aku pertaruhkan, tapi tidak ada gagasan yang pantas.
‘Duke Colin pasti sangat pandai…’
Duke Colin adalah pemeran pendukung yang jarang disebutkan, jadi tidak ada yang bisa kubantu lagi selain menemukan Richard.
“Cepat.”
Aku mendorong punggung Richard dengan kuat.
Richard mendekati kereta kuda dengan pasrat, lalu seseorang yang tampak seperti kesatria mengangkat Richard dengan sopan dan menaikkannya ke kereta kuda.
“Nona juga ke sebelah sini…”
“Baik.”
Ketika aku hendak naik, aku melihat Roussillon tertegun dari kejauhan.
‘Apa yang dia lakukan di situ?’
Aku ragu-ragu naik ke kereta kuda dan mengulurkan tangan kepada Roussillon.
“Kemari, ayo.”
Matanya, yang terlihat dari bawah jubah, terbelalak kaget.
“… Apa saya boleh ikut?”
“… Kau tidak mau?”
Kenapa dia tiba-tiba seperti itu, bukankah selama ini dia terus mengikutiku?
“… Tidak, aku mau.”
Roussillon melangkah cepat dan menaikkan tangannya ke atas telapak tanganku.
“…”
“…”
Kenapa dia, apa dia memintaku untuk mengangkatnya?
‘Tidak punya hati nurani.’
Aku memandang tangannya yang naik ke atas telapak tanganku dengan tatapan kosong, lalu meraih tangannya dengan kedua tanganku.
Kemudian, aku menariknya dengan sekuat tenaga.
Mata Roussillon membesar.
<Bersambung>