I'm Being Raised by Villains [Bahasa Indonesia] - Chapter 20
[Unedited]
Credit: Gourmet Scans
TL by: CY
Posted by: Genoise
<Chapter 20>
‘Dingin…’
Jiwaku mati rasa.
Tubuhku dingin dan aku tidak merasakan ekor melilit tubuhku.
‘Dingin sekali.’
Saat aku memikirkannya sekali lagi, sesuatu yang hangat melilit tubuhku.
Tubuhku diselimuti kehangatan, seolah-olah sedang masuk ke dalam perapian. Setelah bergerak-gerak di dalam pelukan orang ini, aku menyadari bahwa semua perasaan ini sama sekali tidak kukenal.
Cling.
Saat aku tersadar, sebuah batu kecubung ametis berkilauan di depan mataku.
“Oh, rupanya kau sudah membuka matamu.”
“Tuuuk~!”
Itu bukan batu kecubung ametis, melainkan mata seseorang.
Aku berteriak karena terkejut, tapi yang keluar malah suara tangisan yang aneh.
“Ternyata kadal juga menangis, ya?”
“… Kadal?”
Aku masih jadi seekor kadal?
Aku segera menggeleng dan tepat di sebelahku terdapat cermin kecil.
‘Ternyata benar, aku masih jadi kadal…’
Seketika aku tak bisa berkata-kata.
Seekor kadal aneh bersisik perak yang dikelilingi warna merah muda bergerak-gerak mengikuti gerakanku.
Kadal itu juga sangat kecil.
‘Ini tidak mungkin…’
Aku tidak tahu bahwa aku masih belum bisa kembali menjadi manusia.
‘Bagaimana caranya supaya aku bisa menjadi manusia lagi?’
Aku menutup mata rapat-rapat dan seberapa banyaknya kekuatan yang kuberikan ke tubuh ini, tidak ada tanda-tanda untuk kembali.
‘Apa aku harus seperti ini di sisa hidupku?’
Aku ketakutan.
Pada saat itu, anak laki-laki itu tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke hidungku dengan membelai lembut kepalaku dengan jari telunjuknya.
“Kalau kau mati, aku mau menggunakanmu sebagai bahan percobaan. Tapi, untunglah kau masih hidup.”
“…”
Aku terkejut dan buru-buru melangkah mundur karena mendengar kata-kata yang membuatku merinding.
“Kenapa? Kau mau ke mana?”
Anak laki-laki itu terlihat 2 tahun lebih tua dariku.
Seorang anak laki-laki dengan rambut unik yang warnanya semakin ke bawah semakin terang dan mata berwarna batu kecubung ametis yang tua.
Potongan rambut yang jarang terlihat seperti…
‘… mengingatkanku pada seseorang.’
Misalnya ‘Richard Colin’, salah satu sub-tokoh utama laki-laki yang sudah pasti ada di Panti Asuhan Tunas.
‘… Apa? Dia memang Richard Colin!”
Rambut panjang dan warna rambut yang tidak biasa, serta anting gantung yang terukir dengan pola yang tidak biasa juga!
Siapa pun dapat melihat bahwa ini bukanlah pengaturan yang diberikan kepada Xtra.
Dan hanya ada satu orang yang kukenal berpenampilan seperti ini selain Xtra.
Richard Colin.
Jika di keluarga Etam ada Erno Etam, di Menara Sihir ada Richard Colin.
Anak laki-laki ini adalah idiot kedua yang direncanakan untuk epik besar dan akan menjadi pemilik Menara Sihir di masa depan.
Erno Etam diberikan nama lucu, seperti ‘’Psiko Etam’, sedangkan Richard Colin hanya dipanggil ‘idiot’ oleh pembaca.
Itu karena…
<”Hahahaha! Lebih gila dan lompat lagi! Sedikit lagi! Bukankah kau harus menari lagi jika telapak kakimu panas?!”
“Apa? Kau minta tolong? Hahaha, baiklah! Karena aku adalah pemilik Menara Sihir yang murah hati. Kalau kau sentuh pohon itu dalam 10 detik dan kembali, aku akan menyelamatkanmu. Nah, mu-lai! 10, 9, 8, …, 0! Ternyata kau gagal!”
“Hei hei, apa kau tidak penasaran? Berapa kali manusia harus mengalami masa kritis untuk mengatakan lebih baik mati? Aku jadi ingin melakukan percobaan! Bagaimana? Kenapa kita tidak mencobanya bersama? Aku penelitinya dan kau… Baiklah, kau jadi tikus percobaan! Jangan cemas. Aku tidak akan membunuhmu!”>
Itu karena memang dia idiot.
Aku harap aku tidak lupa. Kenyataan bahwa karya asli ini sebenarnya cerita tentang pengasuhan anak untuk pembaca di atas 17 tahun.
Tentu saja, ada adalah di balik kelakuan idiotnya.
Dia diperjualbelikan ke pedagang budak saat kecil, lalu ketika dewasa dia menghabisi 3 generasi yang terlibat untuk membalas dendam.
‘… Meskipun begitu, dia sepertinya sangat normal saat kecil?”
Kesannya jauh lebih lembut daripada yang kulihat di deskripsi.
Memang, dia hampir melewati masa remaja dan tepat sebelum memasuki berusia dewasa ketika dia muncul di novel.
Aku ingat bahwa sekitar waktu itulah diketahui bahwa Richard adalah anak laki-laki bungsu yang hilang dari keluarga Colin.
Tentu saja, banyak tokoh utama dan pendukung, selain tokoh utama perempuan, memiliki kisah yang menyedihkan, dan tokoh utama perempuan berkembang menjadi cerita yang menutupi itu semua.
Selanjutnya sifat Richard Colin yang seperti idiot pun sedikit berubah.
<”Sharne, aku akan menjagamu. Jadi, tetaplah di sisiku. Kau mengerti? Aku akan menghabiskan semua berandalan br*ngs*k itu.”
“… Kau bilang, jangan? Baiklah. Aku akan melakukannya jika kau menciumku.”
“Karena Sharne melarangku, jadi… apa kubuat seolah-olah tidak ada sejak semula? Karena kau tidak melarangku untuk menghilangkannya dari dunia ini.”>
Maka dari itu… Dia hanya seorang idiot yang berpusat pada tokoh utama perempuan.
“Kalau bukan karena aku, kau pasti sudah mati.”
Dia tersenyum ramah dan mengulurkan tangannya padaku.
Sosok yang sedak duduk di depan meja sambil menopang dagu itu benar-benar lebih tampan dari yang pernah kulihat di deskripsi,
Kudengar, banyak yang keliru menganggapnya sebagai perempuan jika dilihat dari punggungnya, tapi penampilannya memang cukup baik.
“Kau punyaku karena aku yang menyelamatkanmu. Jadi, tetaplah di sisiku terus.”
Dia mengulurkan telapak tangannya lebih dekat ke arahku.
Aku berpikir sebentar, lalu menggerakkan kaki dengan hati-hati dan naik ke telapak tangannya.
Begitu aku naik ke telapak tangannya, wajah Richard Collin menjadi cerah.
‘Aku sedikit merasa tidak nyaman karena tidak ada ekor.’
Rasanya ganjil kehilangan anggota tubuh yang sebelumnya ada.
“Apa kau diganggu oleh kadal lain karena ekormu tidak ada? Ternyata manusia dan reptil sama-sama mendapat penolakan jika dirinya berbeda dengan yang lain.”
Suara Richard Collin tanpa sadar membuatku membuka mata lebar-lebar dan menengadahkan kepala untuk menatapnya.
“Aku akan membuatmu kuat. Setelah itu, pergilah dan balaskan dendammu. Itu untuk membuktikan bahwa kau bisa lebih kuat dan sehat meski tanpa ekor.”
Jika dilihat-lihat, dia juga hidup dalam banyak prasangka.
Kami luar biasa lebih cerdas daripada orang lain, kami luar biasa lebih tampan dari orang lain, kami luar biasa lebih berbakat dari orang lain, dan kami tidak mempunyai orang tua seperti yang lainnya.
‘Benar, tidak ada perbedaan. Baik di dalam novel… maupun kenyataan.’
Pada akhirnya, lahirlah seekor anak itik buruk rupa, terlepas dari waktu dan tempatnya.
Aku mengulurkan tanganku yang kecil serta meletakkan kakiku yang kecil dan dingin di pipi Richard Colin.
Setelah aku menepuk-nepuknya beberapa kali, mata Richard Colin membelalak.
“Apa ini, kau sangat ajaib. Sepertinya kau mengerti apa yang kukatakan. Apa kau jadi pintar karena tidak punya ekor?”
Hm, sepertinya dia salah paham sejak tadi.
“Kau pasti tidak nyaman, mau kubuatkan sesuatu berbentuk ekor?”
Masalah ekorku, itu akan tumbuh lagi.
Mungkin.
‘Karena aku kadal, pasti tumbuh, kan?’
Aku memutar mataku.
“Ah, sebelumnya aku harus menentukan namamu… Apa yang bagus, ya?”
Aku sudah punya nama, mau nama apa lagi?
Tapi, aku tidak bisa mengatakannya sekarang.
Aku terdiam. Mata Richard Colin berbinar setelah lama memikirkan sesuatu.
“Kulitmu berwarna perak, jadi namamu Si Putih?”
Aku melangkah mundur dari telapak tangan Richard Colin dengan wajah tercengang.
“Oh-oh, hei! Kau bisa jatuh!”
Aku buru-buru menggelengkan kepala.
“… Kau tidak suka? Kalau begitu, hm, karena warna perak, bagaimana kalau Silver…?”
“…”
Siapa pun sudah tahu.
Fakta bahwa kemampuan penamaan idiot ini sangat rendah.
Begitu aku diam keheranan, Richard Colin juga membuka mulutnya dengan wajah bingung, mungkin dia pikir itu tidak bagus.
“Kalau begitu, Bembem…?”
“…”
Aku menundukkan kepala.
“Oh, tampaknya kau suka nama itu. Kalau begitu, pakai nama itu! Mohon bantuannya, Bembem.”
Begitulah aku menjadi Bembem.
***
“Ah, malas. Lagi-lagi waktunya berlatih.”
‘Aku berlatih hampir setiap hari?’
Apa yang kau pikirkan saat aku memiringkan kepala, idiot… Tidak, kutambahkan, Richard Colin.
“Itu sama sekali tidak berguna untukku. Kau juga melihatnya seperti itu, kan, Bembem?”
Richard terlihat sangat lelah setelah mengatakan itu.
Sudah 3 hari aku datang ke panti asuhan ini.
Selama itu, aku gagal kembali menjadi manusia dan aku menemukan sisi tak terduga dari panti asuhan ini dan Richard Colin.
Panti asuhan ini dioperasikan oleh Albion, pahlawan perang yang hilang tanpa jejak setelah meraih kemenangan besar dalam Perang Besar Iblis dan Orang Kudus saat ini.
Selama hidupnya, dia hidup sebagai orang biasa. Setelah terjadi Perang Iblis dan Orang Kudus, dia mendapatkan wahyu dari Tuhan dan menjadi pahlawan.
Seseorang yang tidak pernah membunuh sesuatu, dihadapkan dengan situasi di mana dia harus membunuh sesuatu di garis terdepan medan perang.
Bagaimanapun juga, dia telah membawa kemenangan di medan perang, seolah membuktikan bahwa dia telah menerima stigma sebagai pahlawan.
‘Tapi, dia tidak tahan dengan situasi setelah perang.’
Dia diam-diam menghilang karena dielu-elukan sebagai pahlawan di tengah tumpukan mayat dan orang-orang yang berduka atas kehilangan keluarganya.
Karena dia juga harus kehilangan istri dan anak perempuannya karena menjadi pahlawan.
Maka dari itu, dia mulai mengumpulkan dan mengasuh anak-anak yang menjadi yatim piatu akibat perang.
Tempat yang dia bangun adalah ‘Panti Asuhan Waktu Bertunas’ ini.
Di tempat ini dia berusaha keras untuk menyebarkan semua ilmu yang ia pelajari saat berjibaku di medan perang.
Mungkin karena itu, puluhan tahun kemudian muncul banyak cendekiawan cukup terkenal dari panti asuhan ini.
“Aku benci mendengarkan pelajaran dengan orang-orang bodoh.”
“Bagaimanapun, kau harus mendengarkannya. Richard.”
Bahu Richard Colin bergetar karena suara kering dan datar yang terdengar dari belakang.
Badanku, yang sedang duduk di bahunya juga ikut melompat, lalu kembali ke posisi semula.
Begitu aku menoleh, terlihat seorang pria tegap dan tampan, serta berpenampilan biasa.
Dengan rambut berwarna cokelat muda dan mata hijau seperti ladang gersang…
Dia adalah direktur panti asuhan ini sekaligus pahlawan Perang Besar Iblis dan Orang Kudus, ‘Albion’.
<Bersambung>