I'm Being Raised by Villains [Bahasa Indonesia] - Chapter 105
[Unedited]
Credit: Gourmet Scans
Raw by: Vanilla
TL by: CY
Posted by: Genoise
<Chapter 105>
“Memang benar jika dilihat dari informasi fisiknya saja. Karena saya tidak mampu membuat lingkaran cahaya keemasan yang diciptakan oleh kekuatan suci dalam tes darah.”
“Tapi, jelas-jelas yang terjadi setelah itu adalah reaksi penolakan.”
Ayah, yang terdiam cukup lama, akhirnya angkat bicara.
Roussillon menatap ayah yang duduk di seberangnya, lalu mengalihkan pandangannya ke arahku dan membuka mulutnya.
“Benar. Itu adalah reaksi penolakan.”
Kata Roussillon.
Aku tidak mengerti mana yang benar. Ada keraguan dalam ucapan Roussillon.
‘Apa maksudnya dengan ‘benar jika dilihat dari informasi fisiknya saja’?’
Apa itu artinya, ada hal lain yang tidak benar?
Roussillon terdiam sesaat seolah mengakui bahwa jawabannya sedikit kurang, lalu membuka mulutnya kembali.
“Saya tidak dapat memperoleh informasi tentang Nona, tapi saya dapat menduga sesuatu tentangnya dari informasi orang-orang sekitar.”
Semua orang terdiam ketika Roussillon mulai menjelaskan secara tiba-tiba.
“Saya tahu bahwa Yang Mulia Pangeran bisa mengubah nasib dan bertahan hidup setelah melewati beberapa krisis. Jadi, saya membantunya.”
Kaisar menghela napas kecil.
Apa dia terkejut karena Roussillon tahu banyak hal dari yang ia duga?
“Jika satu-satunya cara bagi Yang Mulia Pangeran untuk bertahan hidup adalah Dragonia, saya dapat menduga bahwa Nonalah yang telah menumbuhkan bunga itu dan kira-kira saat itu saya yakin bahwa Nona adalah seekor naga.”
Semakin panjang ceritanya, aku semakin bingung. Roussillon tahu banyak hal dari yang kuduga.
Mungkin sudah lama sekali. Tapi, pikiranku sedikit terganggu karena mulutnya terkunci rapat meski ia tahu segalanya.
“Manusia memiliki jiwa dan raga. Cap naga dan tes darah pun biasanya dilakukan bersamaan dengan jiwa dan raga.”
Roussillon menambahkan sedikit apa yang ia baca di buku teologi.
“Kalian berdua benar memiliki hubungan darah. Namun… satu jiwa tidak stabil.”
Roussillon berkata. Dia menatapku untuk beberapa saat seolah mengetahui sesuatu, lalu melanjutkan ucapannya.
“Dengan kata lain, bahkan cap yang seharusnya dilakukan dengan benar pun tidak sempurna.”
“Maksudmu, cap antara aku dan Ayrin tidak benar?”
Ayah sedikit murka, lalu bertanya sambil mengerutkan kening.
Sebenarnya, aku hanya mendengar ucapan bahwa aku telah dicap, tapi tidak merasa perubahan besar.
Aku benci mendengar ayah dihina orang lain dan hatiku terdorong untuk membalas dendam pada siapa pun yang menyakiti ayah.
Namun, aku berpikir ada sesuatu yang kurang dibandingkan dengan kata kuat yang disebut ‘cap’.
“Sejak zaman kuno, naga dan Tuhan adalah makhluk yang terkait sejak lama.”
Roussillon menambahkan, jadi masih ada cerita tentang naga di dokumen teologi kuno.
“Dalam dokumen teologi kuno dikatakan bahwa ada tanda pada objek yang dicap dengan benar.”
Roussillon berkata sambil melihat kami.
Tatapannya seolah bertanya, apakah ada tanda seperti itu di kami?
‘Tanda? Aku tidak punya.’
Aku mengingat tubuhku yang bersih, lalu menggelengkan kepala.
“Jadi maksudmu, hanya raga yang merupakan darah daging… Jiwa bukanlah darah daging, begitukah?”
Charneil Etam, yang sejak tadi hanya mendengarkan seperti seorang pengamat, menyela karena tidak mengerti.
“Bukan, dibandingkan itu… Tampaknya ada sisi lain yang sudah dicap oleh jiwa.”
“Apakah b*j*ng*n itu?”
“Jika begitu, dia juga akan memunculkan reaksi yang sama.”
Kepala Roussillon menggeleng. Kaisar yang diam mendengarkan memiringkan kepalanya.
“Jadi singkatnya, Duke Etam dan Nona mempunyai hubungan darah, tapi mereka hanya dicap secara fisik saja karena seseorang telah mengecap jiwanya?”
“Jika dugaanku benar… Tentu ini tidak masuk akal, tapi jika menafsirkan informasi yang diberikan, itu benar.”
Roussillon menjawab dengan ekspresi samar. Dia pun mengunci ekspresinya karena cemas.
Tiba-tiba aku merasakan kengerian.
“Apa ini mungkin? Bukankah itu artinya, dia mempunyai dua orang tua?”
“Persis. Yang bisa kita pikirkan…”
Roussillon mengerutkan bibirnya. Dia meletakkan tangannya di dagu dan berbicara pelan setelah berpikir lama.
Kemudian ia membuka matanya lebar-lebar dan mengangkat kepalanya.
“Kurasa ikatan dari kehidupan sebelumnya belum putus. Ikatan mereka masih terjalin, jadi jiwanya tidak masuk secara utuh dalam tokoh bernama Ayrin.”
Setelah Roussillon selesai berkata demikian, tiba-tiba rasa kengerian itu berubah menjadi kegelisahan dan menimpaku.
‘Jangan-jangan…’
Apa karena rohku masuk ke dunia ini? Apa karena aku bukan orang yang lahir dan termasuk di dunia ini?”
“Namun, yang jelas adalah Nona adalah putri kandung Duke Etam.”
Roussillon menjawab dengan yakin. Raut wajah ayah menjadi gelap. Aku pun tidak dapat menyembunyikan perasaan yang ganjil.
‘Di mana anak ayah yang lain?’
Selain Callan maupun Shillian, kurasa ayah tidak sembarangan berhubungan dengan perempuan di luar dengan sifat ayah yang seperti itu.
“Benar bahwa aku punya anak ketiga, tapi… Anak itu sudah meninggal sebelum lahir.”
Ayah bicara dengan suara berat, seolah telah berjuang dalam waktu yang sangat lama. Mataku membelalak karena ucapannya.
“Bayi merah itu dikubur bersama istriku.”
“…”
“Aku cukup menyayangi dan mencintai Ayrin, tapi apa yang kau katakan tidak masuk akal.”
Ayah berkata.
Dia mengungkapkan penderitaannya setelah senyum yang biasa tersungging di ujung bibirnya menghilang.
“Pada akhirnya, semua itu dilihat dan dipikirkan dari sudut pandang manusia.”
“…”
“Banyak hal yang lebih ajaib di dunia ini daripada yang kita pikirkan.”
Setelah beberapa saat, ayah bangkit dari tempat duduknya tanpa meladeni perkataan Roussillon.
“Putriku.”
“Iya.”
“Ayo pulang.”
Ayah bangkit berdiri lalu mengulurkan kedua tangannya padaku. Aku langsung dipeluknya seperti biasa.
Dadanya masih lapang dan hangat. Sentuhannya terasa ramah dan belaiannya terasa halus.
“Sepertinya sudah ada kesimpulan, jadi saya pulang duluan.”
Ayah menaiki kereta kuda sambil memelukku. Ayah menatapku selama perjalanan pulang ke rumah.
“Ayrin.”
“… Iya.”
“Kau adalah anak yang istimewa dan spesial sejak pertama kali kita bertemu.”
Ayah membuka mulutnya tepat sebelum kereta kuda memasuki mansion.
“Apa aku boleh mengajukan satu pertanyaan?”
“Iya.”
“Apa ada yang kausembunyikan dariku?”
“…”
Aku terdiam mendengar ucapan yang tak terduga. Kereta berhenti saat aku belum membuka mulut.
“… Begitu rupanya.”
Aku tidak berkata apa pun, tapi ayah bergumam kecil pada dirinya sendiri seperti telah mendengar jawaban.
Meskipun begitu, ayah tidak bertanya apa-apa lagi padaku.
Dia hanya menggendongku dan mengantarkan aku ke kamar, lalu mencium keningku seperti biasa.
“Selamat tidur.”
Semua itu sangat ramah seperti biasa dan membuatku hampir menangis.
Hari itu aku bermimpi.
Aku masih tidak ingat, tapi itu adalah mimpi aneh yang hanya menyisakan perasaan aneh seperti pasir kasar yang telah hanyut.
Kriiik~
Ceklek!
Suara aneh seperti aliran roda bergerigi yang kacau kembali terngiang di telingaku setelah sekian lama.
***
Tes, tes, tes.
Tetesan air jatuh secara teratur. Suaranya sangat pelan, tapi sangat mengganggu.
Keningku mengernyit karena bau khas rumah sakit yang menyentuh hidung.
Aku merasa sedikit lebih waras daripada sebelumnya, ketika aku tidak bisa melihat apa-apa karena dalam kondisi panik.
Saat aku membuka mata perlahan sambil mendesah pendek, terlihat langit-langit putih yang tampaknya sudah tak asing lagi.
‘Lagi…’
Aku kembali lagi.
‘Kenapa aku sebenarnya?’
Aku menatap kosong ke langit-langit dan berpikir. Aku harus memikirkan ini.
Aku tidak tahu kenapa selalu kembali ke tempat yang mengerikan ini. Kamar rawat pribadi yang mewah ini terasa senyap.
Hanya suara alat pelembap udara dan cairan infus yang menetes bergema di kamar rawat yang sunyi ini.
‘… Yang aneh adalah ketika aku menjadi Ayrin, apa yang terjadi di sini terasa seperti mimpi dan aku tidak mengingatnya.’
Seolah-olah dunia terblokir dan ingatan terlupakan secara alami.
Kenapa aku selalu kembali ke sini?
Aku memang tidak ingin tinggal di sini. Meski dunia Ayrin adalah sebuah mimpi tapi aku menjadi orang yang penting di mimpi itu.
Jika harus hidup dalam kenyataan yang seperti neraka, lebih baik aku hidup di dalam mimpi.
‘Apa yang jadi masalahnya?’
Aku memikirkannya dengan wajah berkerut karena frustrasi.
Tiba-tiba beberapa ingatan mengalir masuk seperti keran air yang ditutup sangat rapat sedikit terbuka.
“Ah…”
Ingatan yang muncul di benakku seolah memukul kepala belakangku.
“Aku…”
Tiba-tiba suaraku keluar.
“Aku tidak melangkah ke sana saat tidur.”
Kukira, aku melangkah ke dunia itu saat tertidur di kamar kos setelah membaca novel. Entah bagaimana, aku terus berpikir seperti itu.
Namun, aku ingat dengan jelas.
Tiiin~!
Ciiitttt~!
Seorang anak berdiri di zebra cross. Mungkin karena remnya blong, truk itu melaju kencang sambil membunyikan klakson.
Dalam waktu singkat, aku berlari dan mendorong anak itu. Dan aku…
[Hei, Cha Miso!!!]
Aku tidak menghindari truk itu.
Semua keluarga melihatku. Aku terkesiap dan terkejut sehingga tidak bisa menghindarinya.
Kuharap kalian merasa bersalah, tapi raut wajah yang terakhir kulihat itu memenuhi hati kalian dengan sukacita.
Truk yang sangat besar menghantamku. Badanku melayang di udara lalu tersungkur di tanah.
Yang terakhir aku lihat dan rasakan adalah rasa sakit yang mengerikan dan wajah mereka yang tidak bisa bergerak karena terkejut.
‘Ah, rupanya aku masih sebatas itu bagi kalian.’
Kuharap, kematianku meninggalkan bekas luka bagi mereka. Aku berpikir seperti itu lalu menutup mata.
Benar.
Hari itu aku sudah mati.
Tidak, kupikir aku sudah mati.
Namun begitu sadar, aku lupa segalanya dan berada di dunia lain. Di dunia yang mempunyai semua yang kuinginkan.
Kenapa aku sering kembali?
Kenapa Ayrin tidak bisa mengingatku di dunia ini?
Kenapa aku pergi ke sana?
Berbagai pertanyaan memenuhi kepalaku, tapi aku tidak ingin memikirkannya lagi.
Aku pikir, ini belum saatnya aku menghadapi kenyataan. Aku ingin percaya itu.
‘Rupanya hasil tesnya keluar seperti itu karena aku masih hidup di dunia ini.’
Itu sebabnya Roussillon mengatakan padaku bahwa ikatan di kehidupan sebelumnya belum putus.
Aku menatap kosong ke luar jendela.
Jendela kamar rawat terpasang jeruji besi yang rapat, seolah bersiap untuk menghadapi kecelakaan yang mungkin terjadi.
‘Apa dunia itu benar-benar mimpi? Apakah mimpi itu berakhir jika aku mati? Atau… apakah aku akan menjadi bagian dalam dunia itu?’
Meski aku memikirkannya, aku tidak bisa mengetahuinya sekarang. Pikiranku sekarang sangat dekat dengan pertaruhan.
‘Masih belum.’
Aku masih belum menyelesaikan insiden Hattar. Aku juga belum menghadiahi Paman Kruno hewan peliharaan, dan belum bisa membalas cinta keluarga Etam.
‘Jadi, tinggal sedikit lagi…’
Sedikit lagi pikirkan yang selanjutnya.
Tidak apa-apa jika aku masih terkubur dalam mimpi yang bahagia ini. Aku menarik selimut lalu memejamkan mata.
Ketika aku membuka mata, aku kembali menjadi Ayrin.
<Bersambung>