I'm Being Raised by Villains [Bahasa Indonesia] - Chapter 101
[Unedited]
Credit: Gourmet Scans
Raw by: Vanilla
TL by: CY
Posted by: Genoise
<Chapter 101>
“Bagaimana?”
“Ah, sudah lama aku tidak merasa sebaik ini. Lagi pula, bukankah udara kelas atas adalah yang terbaik? Omong-omong, apa anak itu benar-benar naga……?”
Seorang pria berpenampilan necis dan sedikit tampan berkata sambil menatap lurus ke air yang jernih dan tidak berwarna.
“Wah, manisnya. Inilah yang kupikirkan belakangan ini. Siapa yang tahu? Bahwa minuman semanis ini membuat ketagihan……”
“Cukup, jangan sampai ucapan itu keluar dari mulutmu.”
“Ah, maaf.”
Pria itu menggaruk belakang kepalanya dan menjawab dengan kikuk.
“Lalu bagaimana? Apa kau bisa melakukannya? Seperti yang kukatakan, aku akan membantumu supaya kau tidak kekurangan uang seumur hidupmu jika kau berhasil membawa anak itu.”
Di ruang paling dalam dari arena judi yang bising suara pelan kedua pria yang sedang bertukar transaksi rahasia terburai.
“Saya bisa. Saya bertemu pandang dengannya hari ini dan sepertinya dia terpesona! Tentunya dia tidak mengenal wajah saja.”
“Itu bagus. Naga adalah makhluk yang terikat dengan perjanjian kuno.”
Pria necis itu berpipi cekung dan wajah yang lumayan tampan, tapi pipinya berbintik-bintik hitam dan matanya mengilap karena keserakahan.
Seorang pria berjubah sedang duduk di hadapannya dan matanya dipenuhi harapan di sepanjang percakapan dengannya.
“Perjanjian kuno?”
Pria itu menenggak Hattar sekali lagi.
“Benar, naga seharusnya patuh pada orang yang mengecapnya. Pengecap itu layaknya orang tua.”
“Oh! Tapi, saya tidak benar-benar mengecap anak itu. Saya hanya dititipkan karena sebuah insiden…… Sebenarnya saya tidak tertarik sama sekali……”
Jika orang itu tahu bahwa naga adalah makhluk yang sangat berharga, dia akan lebih memedulikannya. Pria itu menggaruk-garuk rambutnya yang kusut sambil mencurahkan penyesalan.
Pria berjubah menggeleng pelan.
“Tentu saja pengecap mutlak bagi seekor naga. Namun, menurut dokumen, makhluk setengah manusia setengah naga yang dangkal mempunyai pengaruh yang jauh lebih kuat daripada cap itu jika orang tua asli yang berdarah campuran masih hidup.”
“Oooh… Itu artinya……”
Mata pria itu berbinar dan bersinar.
“Bahkan jika anakmu adalah naga, dia masih muda dan darah manusianya lebih kental, jadi kekuatanmu sebagai ayah kandungnya akan bekerja lebih kuat.”
“Hahaha, begitu, ya?! Apalagi dia dilahirkan dari keturunan tidak langsung yang tidak bisa melahirkan dengan baik.”
Pria berjubah tersenyum melihat pria itu meninju lututnya sambil meracau tentang staminanya sendiri.
“Aku kasih sebanyak ini dulu sebagai uang muka.”
“Ah, ini……”
“Ini sebagai tanda terima kasihku.”
Begitu ia membuka amplop hitam, dia mendapatkan amplop itu dipenuhi dengan emas batangan.
Dilihat sekilas pun, itu cukup untuk memenuhi kebutuhannya seumur hidup. Mulut pria itu terbuka dan jarinya bergerak-gerak.
“Jika kau mencari suaka ke negara kami, tentunya aku akan memberikanmu gelar, rumah, dan uang yang sebanding.”
“Bagus! Saya lebih bahagia pergi ke orang hebat daripada ke keluarga Etam yang angkuh itu!”
“Tentu saja, aku akan menjagamu dengan sepenuh hati. Aku juga berjanji supaya anak itu tidak akan pernah tersakiti.”
“Ya, baiklah. Saya percaya. Saya benci mengatakan ini, tapi keluarga Etam terlalu arogan. Bukankah itu yang membuat saya diusir?! Jika mereka tahu bahwa saya adalah ayah kandung naga itu, saya harap mereka tidak memanggil saya ke sana lagi… Karena saya akan merebut kembali anak saya!”
Pria berjubah mendengarkan ucapan penuh semangat yang dilontarkan pria itu dan mengangguk dengan murah hati.
“Omong-omong kau bersembunyi dengan baik. Aku cukup kesulitan mencarimu.”
“Oh, saya punya beberapa teman di belakang. Saat kepala keluarga Etam mengusir saya, dia bilang akan membunuh saya jika saya menampakkan muka sekali lagi… Saya bahkan tidak pergi dari rumah itu untuk sementara waktu.”
“Teman?”
Begitu pria berjubah bertanya kembali seolah mendengar sesuatu yang lucu, pria itu meninju-ninju dadanya.
“Meski saya seperti ini, lumayan banyak wanita yang menyukai saya.”
Sudah jelas wajahnya lumayan tampan dan suaranya pun menawan dibandingkan kabar burung tentang kepribadiannya yang kotor, kasar, dan serakah.
Ditambah lagi kakinya terlihat enteng, dan sepertinya ia memang cekatan.
“Baiklah, kalau begitu aku tunggu kabar baik segera.”
“Iya, serahkan saja pada saya. Saya cukup baik dengan anak-anak kecil.”
“Baiklah.”
Setelah percakapan selesai, pria berjubah mengeluarkan cerutu dari dalam sakunya, memotong bagian depannya, dan memasukkannya ke dalam mulut lalu bangkit berdiri dari tempat duduknya.
Begitu ia menyalakannya, aroma khas cerutu merebak ke dalam ruangan sekecil itu.
“Eh? Saya baru pertama kali mencium aroma cerutu ini. Saya juga suka cerutu, tapi ini pertama kalinya saya mencium aroma seperti ini.”
Kata pria itu sambil mengembang-kempiskan hidungnya. Pria berjubah menggigit cerutu sambil tersenyum.
“Ini adalah cerutu yang kubuat sendiri. Kau mau mencobanya sebatang?”
“Ah, terima kasih.”
Pria berjubah langsung mengeluarkan beberapa cerutu dari dadanya dan mengulurkannya pada pria itu.
“Terima kasih.”
“Jika pendekatanmu sulit di perjamuan ini, aku akan menugaskan seseorang di kesempatan lain. Jadi, kau bisa ke keluarga Etam dan bisa membuat permohonan yang masuk akal.”
“Benarkah……? Tapi, keluarga kami agak……”
Raut muka pria itu menjadi gelap karena merasa tersakiti hanya dengan memikirkan keluarga Etam.
“Sudah kukatakan, jika kau mendekati anak itu dengan benar…… Naga itu akan melindungimu.”
“Ah, begitu. Baiklah! Saya akan mencoba Pavise* ini sekali lagi.”
(*perisai lonjong yang digunakan selama pertengahan abad ke-14 hingga awal abad ke-16. Seringkali digunakan oleh pemanah, crossbowmen, dan tentara infanteri lainnya untuk menutupi seluruh tubuh.)
Pria itu menjawab dengan mata berbinar. Pria berjubah mengangguk.
Pria yang menerima cerutu itu memegang amplop kulit penuh dengan emas batangan di satu tangan dan menundukkan kepalanya.
“Anda boleh pergi, Tuan Besar!”
Pria berjubah tersenyum sambil menunjukkan gigi dan meninggalkan toko. Dia perlahan meninggalkan arena judi yang bising.
“Bagaimana, Yang Mulia Kanselir* Salim?”
(*Perdana Menteri)
Seorang pria berpakai kusir membungkuk dan bertanya pada pria berjubah.
“Ternyata dia orang dungu dan bodoh yang tak ingin kuhadapi.”
Pria yang melepas jubah di depan kereta kuda menghisap dalam-dalam cerutunya dan mengembuskan napas perlahan.
“Tapi berkat kebodohannya, sepertinya kita bisa membawa kembali orang itu segera jika tidak ada masalah.”
Pria dengan bekas luka goresan pisau di atas mata kirinya mempunyai rambut pendek berwarna biru.
Mata coklat kehijauannya berkedut dengan lembut.
“Jika naga itu ada sebagai dewa pelindung, status raja kita akan naik.”
“Tentu akan seperti itu.”
“Selama ada naga sang dewa pelindung di sisimu, garis keturunan tidak akan menjadi masalah.”
“Tapi, apa Anda akan terus memelihara pria serakah itu?”
“Mana mungkin. Aku sudah memikirkan semuanya. Pertama, kita tunggu negara menjadi sedikit lebih gempar.”
Salim mematikan cerutu dan naik ke kereta kuda. Kereta kuda yang lusuh tapi kokoh itu perlahan melebur dalam kegelapan dan menghilang.
***
Hari kedua perjamuan.
Entah kenapa hari ini ada lebih banyak orang yang datang daripada hari pertama. Serangan orang-orang sebanyak itu sedikit tidak terkontrol.
Hari ini Enosh sibuk menerima salam dari orang-orang yang datang berbondong-bondong, Roussillon yang telah menjadi pendeta agung juga sibuk menghadapi orang-orang yang datang ke upacara pelantikan, dan Richard juga tampak sibuk berkeliling dengan Duke Colin.
“Itulah sebabnya kenapa Paman menjadi kesatria terakhirku?”
“Apa maksudmu?”
“Yah, Paman Kruno sangat luar biasa ada di sini.”
“Aku datang bukan karena keinginanku. Dan kembalikan posisiku.”
“Tidak mau. Minta langsung saja ke Roussillon.”
Wajahnya langsung cemberut begitu aku berbicara pada Kruno Etam yang berjaga di sisiku sambil menyilangkan tangannya.
“Oh? Dia datang lagi.”
“…… Dia sungguh memuakkan.”
“Paman yang paling cepat kembali menangani orang seperti itu. Sebenarnya apa yang kalian bicarakan?”
“…… Aku hanya bercerita tentang teologi.”
Wah, otaku teologi sejati.
Bagaimanapun seseorang tidak punya pilihan selain pergi jika membicarakan bidang yang tidak diminati.
“Permisi, Nona……”
“Anda harus berbicara dulu denganku jika ingin berbicara dengan anak ini.”
Kruno Etam menghadang salang satu bangsawan yang mendekat lalu berkata.
“Ayrin Etam.”
“Ya?”
“Kau tidak kepikiran di sini terus, kan?”
Kruno Etam menambahkan sebelum pergi, lalu secara alami menjauhkan bangsawan yang berlinang air mata itu.
‘Aku juga tidak bisa dilindungi terus seperti ini, jadi aku harus mencari seseorang.’
Aku perlahan melihat sekeliling.
Semuanya sibuk sehingga tidak ada yang bisa kuminta bantuan.
Saat itu.
Aku merasakan tatapan yang tidak menyenangkan itu lagi. Begitu aku menoleh, pria yang kulihat kemarin sedang menatapku lagi.
Saat mata kami bertemu, kali ini dia terlihat hendak mendekatiku. Pria itu menegakkan tubuhnya yang bersandar di tembok.
Seseorang yang tak asing masuk melalui pintu aula perjamuan.
‘Kenapa orang itu ada di sini……?’
Meskipun begitu, ini sangat bagus.
Aku segera berjalan menerobos kerumunan untuk menghindari pria yang tidak menyenangkan itu.
<Bersambung>